Penambangan Sumber Daya Alam Batu Sungai Prespektif Maqashid SyariahIzzudin Ibnu Abdis Salam (Studi Kasus Usaha Pecah Batu Sungai Di Desa Kalipang Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri)

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.    Latar Belakang

Sumber daya alam merupakan sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan memenuhi kebutuhan hidup manusia agar lebih sejahtera. Sumber  daya alam  terdapat dimana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya, dimana sumber daya alam ada yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Indonesia merupakan negara dengan keragaman sumber daya alam yang melimpah dengan dilewati oleh garis katulistiwa yang menjadikan wilayah Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga berdampak pada luasnya hutan tropis yang tersebar diberbagai wilayah Indonesia,selain itu Negara Indonesia  memiliki banyak gunung api yang masih aktif berdampak pada kesuburan tanah, Indonesia juga dihimpit  oleh dua samudera menambah keragaman sumber hayati yang tersedia. Melimpahnya sumber daya alam yang tersedia belum banyak dimanfaatkan secara menyeluruh oleh berbagai pihak. Dimana pembangunan semakin meningkat, dan diiringi dengan bertambahnya jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya yang semakin meningkat.

Manusia memiliki kebutuhan untuk membangun rumah. Bangunan rumah itu sendiri membutuhkan berbagai sumber daya alam salahsatunya berupa batu koral. Batu koral adalah pecahan batu sungai yang pada umumnya memiliki ukuran tidak beraturan biaasanya didapatkan dari sungai ataupun gunung. Batu ini digunakan sebagai bahan material untuk membuat pondasi rumah, gendung  dan lainnya. Untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut masyarakat yang ada di sekitar sungai atau pegunungan  melakukan penambangan. Penambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau  batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.[1]

Wilayah Kalipang pada umumnya terdiri dari perbukitan yang banyak mengandung bahan tambang golongan C, misalnya batu-batuan. Batu-batuan melimpah yang  terdapat di desa Kalipang, kecamatan Grogol, kabupaten Kediri menarik minat sebagian masyarakat untuk digali karena memiliki nilai jual. Pemanfaataan yang paling  sederhana digunakan sebagai bahan bangunan dan dalam perkembangannya batu dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan lainnya tergantung dari jenis dan kualitas batu. Kegiatan penambangan batu sudah lama dilakukan oleh sebagian masyarakatDesa Kalipang guna meningkatkan kehidupan sosial ekonomi terlebih ketika musim kemarau tiba, dikarenakan banyaknya tanah yang sulit ditanami sebab daerah perbukitan dimana hanya tanaman tertentu yang dapat ditanami. Dengan  demikian banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi penambang batu sungai.kegiatan penambangan belum ada izin secara resmi dari pihak terkait. Selain merusak lingkungan, penambangan secara ilegal juga dapatmembahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang dan tidak adanya pengawasan dari instansi terkait.[2]

Di dalam Al-Quran dilarang melakukan perusakan terhadap lingkungan. Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S Ar-Ruum:41 yang berbunyi:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).[3]

 

 

Ayat diatas menerangkan larangan membuat kerusakan di muka bumi, dalam Al-Quran lingkungan sebagai suatu sistem, tanggung jawab manusia untuk memelihara lingkungan hidup, larangan merusak lingkungan, sumber daya vital dan problematikanya, peringatan larangan mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi karena ulah tangan manusia seperti penambang batu secara ilegal.

Manusia berkedudukan sebagai kholifah di bumi, maka dari itu Allah menjadikan bumi dan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam fatwa MUI nomor22 tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk barang tambang, merupakan karunia Allah SWT yang dapat dieksplorasi dan dieksploitasi untuk kepentingan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat secara berkelanjutan, bahwa daalam proses eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud wajib menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup agar tidak menimbulkan kerusakan.  Selain itu Firman Allah di dalam Al-QuranQS.Lukman: 20

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللهَ سَخَّرَ لَكُم مَّافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

”Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.

 

Dan Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 juga menjelaskan bahwa:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا

”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.

 

Dengan adanya pertimbangan dari pihak fatwa MUI kita tetap diperbolehkan menambang batu sungai demi memenuhi kebutuhan hidup manusia di dunia ini tepatnya dalam membangun tempat tinggal. Produksi adalah proses mencari mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan maslahah bagi manusia. Produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yag melekat pada proses dan hasilnya.Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi diantaranya yaitu: memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapannya, mencegah kerusakan dimuka bumi dengan cara memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam, dan lain-lain. [4]

Pengerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan batu split (batu belah) yang dilakukan secara ilegal adalah seperti ditemukan oleh peneliti di Desa Kalipang. Berdasarkan hasil observasi awal peneliti menemukan kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar penambangan batu tersebut seperti terjadi tanah sawah petani sekitar sungai terkikis, dan debit air yang semakin tinggi.[5] Penulis merasa kegiatan ini jika dibiarkan bisa menjadi contoh yang buruk untuk penerus bangsa, akan lebih baik apabila para pelaku usaha pecah batu mengurus perizinan kepada instansi terkait.

Dalam masalah ini dikaji dengan menggunakan Maqashid syariah menurut Izzudin Abdis Salam, yang mana dalam maqashid pendapatnya mendahulukan kemashlahatan dan menghindari kerusakan (mafsadah), menurutnya maslahat keduniaan tidak lepas dari tiga tingkat urutan skala prioritas, yaitu: dharuriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyatlebih  jauh lagi ia menjelaskan, bahwa taklif harus bermuara pada terwujudnya maslahat manusia, baik didunia maupun diakhirat,  karena pada dasarnya penambangan yang dilakukan untuk pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Menurut syeikh Izzudin Ibnu Abdis Salam kemaslahatan terbagi menjadi empat bagian, yaitu lezat dan sebab-sebabnya, kebahagian dan sebab-sebabnya. Kemafsadatan juga terdiri dari empat bagian, yaitu sakit dan sebab-sebabnya, penderitaan dan sebab-sebabnya. [6] disisi lain maslahah menurut Izzudin Ibnu Abdis  Salam ini memiliki aspek pokok dalam agama islam. Dimanapemikiran lain hanya melihat maslahah dalam konteks ajaran ‘amaliyyah (praktis), usul fiqih, sedangan beliau dalam konteks meyeluruh, baik ajaran keyakinan (al-i’tiqiidiyyah), ajaran moral (alkhuluqiyyah), maupun najaran praktis (‘amaliyyah). Selain itu pemikiran syeh Izzudin tentang maslahah diimplementeasikan dalam seluruh ajaran melalui pemenuhan hak, baik hak Allah, hak manusia, maupun hak hewa, dalam perilaku keagamaan, perilaku sosial, dan perilaku ekologis. Dalam perilaku keagamaan, maslahah terealisasikan melalui penyesuan diri dengan karakteristis kehambaan, melalui pelaksanaan prinsip ketaatan dan pemeliharaan hak-hak Allah. Sedangkan dalam perilaku sosial dan ekologis, maslahah terwujud melalui peneladanan terhadap sifat-sifat Allah, pendasaran terhadap prinsip-prinsip kebijakan, dan pemeliharaan terhadap hak-hak sesama manusia, bahkan terhadap hak-hak hewan dan alam lingkungan sekitarnya. kemaslahatan tersebut sesuai dengan manfaat yang akan diterima pelaku usaha jika mendapat untung dari hasil penambangan, sedangkan disisi lain alam juga menerima manfaat dari penambangan yaitu mengurangi potensi terjadinya banjir.

Sedangkan Maqashid Syariahmenurut Al-Ghazali bahwa relasi yang terbangun antara syariat dengan istislah sangat erat sekali. Maslahat menurut Al-Ghazali adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima macam maslahat di atas dibagi Al-Ghazali berada pada skala prioritas  dan urutan yang berbeda jika dilihat dari sisi tujuaannya[7].

Berdasarakan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambangan batu sungai Prespektif Maqashid Syariah Menurut Izzudin Ibnu Abdis Salam dan untuk mengetahui aktivitas penambangan di Desa Kalipang serta untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penambangan tersebut. Sehingga menulis ingin menuangkannya dalam bentuk sebuah karya ilmiah yang berjudul “Penambangan  Sumber Daya Alam Batu Sungai Prespektif Maqashid Syariah Izzudin Ibnu Abdis Salam  (Studi Kasus Usaha Pecah Batu Sungai di Desa Kalipang Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri)”

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.        Bagaimana praktikdan dampak penambangan sumber daya alam batu sungai di Desa Kalipang kecamatan Grogol Kabupaten Kediri?

2.        Bagaimana penambangan sumber daya alam batu sungai perspektif maqashid syariah Izzudin bin Abdussalam?

 

C.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1.        Untuk mengetahui praktik dan dampak penambangan sumber daya alam batu sungai di Desa Kalipang kecamatan Grogol Kabupaten Kediri

2.        Untuk mengetahui penambangan sumber daya alam batu sungai perspektif maqashid syariah Izzudin Ibn Abdissalam.

D.    Kegunaan Penelitian

Diharapkan dengan mengetahui pelaksanaan penambanganbaru sungai yang sesuai dengan prinsip syariah maka akan memberikan kegunaan yaitu:

1.      Secara Teoritis

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mengenai pelaksanaan penambangan batu sungai dengan ganti rugi kepada masyarakat yang sesuai prinsip syariah, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan pada akhirnya.

2.      Secara Praktis

a.         Bagi Peneliti

Dari penelitian ini penulis mengharapkan dapat meningkatkan kemampuannya untuk melakukan sebuah penelitian ilmiah dan dapat menambah pengetahuan mengenai pengambangan batu sungai untuk kepentingan umum menurut okum islam.

b.         Bagi Lembaga Pendidikan

Sebagai bahan tambahan untuk menambah literature tentang masalah penambangan batu sungai dan dapat dijadikan sebagai telaah pada penelitian selanjutnya.

c.         Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu bagi siapa saja yang membaca dan memberikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai penambangan batu sungai yang sesuai dengan ekonomi Islam.

E.     Telaah Pustaka

Telaah pustaka merupakan inspirasi penulis melakukan penelitian pada bidang ini atau dengan kata lain penelitian ini berawal dari penelitian sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan adalah sebagai berikut:

1.        Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Penambangan Batu Di Desa Sendang Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri oleh Anton Sujarwo Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tahun 2010.

Penelitian ini menganalisis tentang akad penambangan batu di Desa Sendang Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri yang mana akad pembelian tersebut tidak dilakukan dengan cara akad jual beli pada umumnya, tetapi akad tersebut  sering dipahami  dengan akad sewa menyewa. Akad terebut menjadi tidak jelas bentuknya, padahal dalam suatu akad yang sah memerlukan kejelasan baik dari segi bentuk maupun syarat dan rukunya. Penentuan objek akad dalam akad tersebut hanya dilakukkan dengan perkiraan yang dapat menimbulkan spekulasi yang tidak jelas.Perbedaan dengan penelitian penulis yakni, penelitian ini terfokus kepada hukum akad jual belinya sedangkan persaamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang penambangan batu.[8]

2.        Penambangaan Batu Tradisional di Komplek Perumahan Suka Mulya Ditinjau dari Etika Bisnis Islam oleh Rahmadi Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya Tahun  2017.

Penelitian ini menganalisis tentang aktivitas penambangan batu di Komplek  Perumahan Suka Mulya yang dilakukan biasanya pada waktu siang hari. Alat yang digunakan untuk menambang batu yaitu palu, linggis dan betel. Kegiatan penambangan batu dilakukan di sekitar pemukiman masyarakat. Dampak penambangan batu terhadap lingkungan cukup besar. Sedangkan dampak terhadap penambang itu sendiri cukup kecil karena tidak terdapat kematian atau luka parah dari penambang itu sendiri. Tinjauan Etika Bisnis Islam mengenai penambangan batu yang mana jika mengacu pada teori kebenaran, kebijakan, kejujuran, maka penambangan batu yang ada di Suka Mulya masih belum memenuhi tiga unsur tersebut.

Perbedaan dengan penelitian penulis yakni, penelitian ini terfokus pada teori Etika Bisnis Islam sedangkan persamaan penelitian ini sama-sama membahas tentang penambagan batu. [9]

3.    Dampak penambangan bahan Galian Golongan C terhadap Sosial Ekonomi dan Lingkungan Di Desa Sidorejo Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten  oleh Nurdiyanti Maya  Mahasiswa Universitas  Widya dharma  tahun 2016.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif dari tabel frekuensi dan tabel silang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penambangan baha galian golongan C di Desa Sidorejo dilakukan secara terbuka. Tingkat sosial ekonomi penduduk sebelum dan sesudah melakukan penambangan mengalami  kenaikan rill antara Rp 300.000-Rp 800.000 per bulan. Pasca penambangan mengalami penurunan. Ditandai dengan terjadinya kerusakan lahan yang tergolong rusak berat yaitu 2,40 (Rusak berat: 2,34-3,00). Secara keseluruhan, upaya perbaikan kerusakan lingkungan aboitik masih tergolong kurang karena orientasi penduduk setempat hanya mementingkan hasil dari penambangan. Kegiatan penambangan bahan galian golongan C ini berdampak positif pada tingkat sosial ekonomi, namun juga berdampak negatif pada kondisi lingkungan, adanya kerusakan lahan degan kategori rusak berat. Perbeedaan dengan penelitian penulis yakni, penelitian ini terfokus pada dampak penambangan sedangkan persamaan penelitiana ini adalah sama-sama membahas tentang penambangan.[10]      

F.     Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang mnenjadi langkah-langkah dalam proses penyusunan tugas akhir ini selanjutnya yaitu:

Bab pertama, berisi langkah-langkah penelitian yang berkaitan dengan rancangan pelaksanaan penelitian secara umum. Terdiri dari konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian.

Bab kedua, menjelaskan tentang kajian teori, yang merupakan hasil telaah dari beberapa literatur untuk membuka wawasan dan cara berfikir dalam memahami dan menganalisis fenomena yang ada.  Dalam bab ini terdiri dari 2 sub bab, yang pertama: pengertian penambangan batu, dan dasar hukum penambangan, tujuan penambangan batu, dampak penambangan batu.  Sub bab kedua:  Maqashid Syariah Izzudin Abdis Salam pengetianMaqashid syariah menurut Izzudin Abdis Salam, tingkatan Maqashid Syariah, mereaisasikan tuntutan Maslahah dan Mafsadah.

Bab ketiga, berisi tentang metodologi penelitian. Dalam bab ini terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

Bab keempat, berisi tentang 2 sub bab,sub bab pertama berisi paparan data berupa gambaran umum desa kalipang kecamatan Grogol kabupaten Kediri dan deskripsi pelaksanaan penambangan batu sungai. dan bab kedua berisi temuan penelitian berupa permasalahan dalam penambangan batu sungai.

Bab kelima, berisi tentang pembahasan penelitian berupa analisis penambangan batu sungai di Desa kalipang dan Maqashid Syariah Izzudin Abdis Salam.

Bab keenam, berisi kesimpulan dan saran-saran yang diikuti dengan daftar pustaka serta lampiran-lampirannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

A.      Penambangan

1.        Pengertiann penambangan batu sungai

Menurut UU No. 4/2009 , usaha pertambangan dikelompokan atas pertambangan mineral, dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral digolongkan atas:

1)   Pertambangan mineral radioaktif

2)   Pertambangan mineral logam

3)   Pertambangan mineral bukan logam

4)   Pertambangan batuan

Pengaturan mengenai penggolongan bahan galian pada UU No.4/2009 dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentng pelaksanaan kegitan usaha pertambangan mineral dan batubara di Pasal 2 ayat 2:

Petambangan mineral dan batubara sebagimana dimaksud dikelompokan ke dalam lima golongan komoditas tambang:

a.    Mineral radioaktif meliputi: thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif  lainnya.

b.    Mineral logam meliputi: litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbbal, seng, timah, nikel, mangaan,  platina, bismuth, antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, maagnetiit, besi, galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lathanum, niobium, noedymium, hafnium, scandium, aluminium, palldium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, stronium, germanium, dan zenotin.

c.    Mineral bukan logam meliputi: intan, korundum, grafit, arsen, passir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yorasit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalasit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batukuasar, perlit, garam batu, clay, batu gamping untuk semen.

d.   Batuan meliputi: pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap, slate, granit, granodiorit, andesit, garbo, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, goik, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian bukit,kerikilsungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir ururg, pasir pasang, kerikil berpasir alami, bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah, batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berati ditinjau dari segi ekonomi  pertambangan.

e.    Batubara meliputi: bitumenpadat, batuan aspal, batubara, dan gambut.

2.    Dasar hukum penambangan batu sungai

Kegiatan pertambangan rakyat dilakukan didalam  suatu wilayah pertambangan rakyat atau WPR. Kriteria untuk menetapakan WPR menurut pasal 22 Undang-Undang  Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambang adalah, sebagai berikut:

1)        Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat disungai dan atau diantara tepi dan tepi sungai.

2)        Mempunyai cadangan mineral primer logam atau batubara dengan kedalam  maksimal 25 (dua puluh lima) meter.

3)        Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba.

4)        Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) meter.

5)        Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang, dan atau

6)        Merupakan wilayah atau tempatkegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.

Bupati atau walikota memberikan ijin Pertambangan rakyat kepada masyarakat setempat, baik itu perseorangan, kelompok masyarakatatau koperasi. Kewenangan Gubernur dibidang pertambangan tertuang dalam penerbitan Surat Izin Petambangan Daerah (SIPD) yang merupakan kewenangan pemerintah tingkat I (Provinsi) . kongkretnya, Gubernur berwenang menerbitkan Izin Usaha Pertambangan bahan galian golongan C seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1986 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah dibidang Pertambangan Kepada Pemerintah Daerah Tingkat I, yang meliputi Kebijaksanaan untuk mengatur, mengurus, dan mengembangankan usaha pertambangan bahan galian C sepanjang tidak terletak di lepas pantai dan atau yang pengusahanya dilakukan dalam rangka Penanam Modal Asing. Berarti kewenangan Gubernur dalam bidang pertambangan hanya sebatas pada bahan galian C dan itupun yang tidak berada di lepas pantai serta tidak dalam rangka penanaman modal asing.

3.        Tujuan penambangan batu sungai

Batu sungai adalah sebuah material alam yang berupa bongkahan bebatuan dari sungai maupun pegunungan dengan ukuran yang tidak beraturan satu dengan lainnya. Dari segi visual, batu sungai memiliki ukuran yang beragam dan mudah didapatkan di sungai atau pegunungan seperti di desa Kalipang. Seringnya batu sungai digunakan sebagai fondasi bangunan, secara umum batu ini memiliki peran yang vital pada proses pembangunan yang mana karakter asli dari batu sungai yaitu kuat menghadapi segala kemungkinan cuaca, baik hujan ataupun terik panas matahari, oleh sebab itu fondasi batu sungai selalu menjadi pilihan terbaik sebagai landasan beban dari suatu struktur bangunan. Selain digunakan untuk bahan bangunan, penambangan batu sungai juga menjadi penolong ekonomi masyarakat sekitar desa Kalipang.

4.        Dampak penambangan batu sungai

Pada proses pengambilan dan penggalian sering kali tidak sesuai dengan prosedur, apalagi pertambangan dilakukan masyarakat sering sekali tidak memperhatikan lokasi pertaambangan, para pemilik atau masyarakat bertindak semena-mena (sesuka hatinya), dengan tidak menghiraukan lagi beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan batu split (batu belah) yang dilakukan secara ilegal adalah seperti ditemukan oleh peneliti di Desa Kalipang. Berdasarkan hasil observasi awal peneliti menemukan kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar penambangan batu tersebut seperti terjadi tanah sawah sekitar sungai terkikis, dan sungai yang semakin dalam.[11] Yang mana dampak tersebut dirasakan masyarakat sekitar saat musim penghujan telah tiba.

 

 

B.       Maqashid Syariah Izzudin Ibnu Abdis Salam

a.        Pengertian Maqashid Syariah menurut Izzudin Ibnu Abdis Salam

Maqasid Syariah merupakan kata majemuk yang tergabung dari kata maqashid dan syariah. Secara bahasa, maqasid merupakan bentuk jamak (plural) dari kata maqshad yang berarti tujuan. Adapun pengertian syariahadalah apa-apa yang telah ditetapkan dan dijelaskan oleh Allah kepada hamba-Nya baik yang berkaitan dengan masalah akidah dan hukum.Para ulama mutaakhirin  (kontemporer) mendefinisikan maqasid syariah sebagai berikut: Menurut Thahir Asyur, maqasid syariah adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang telah di perhatikan oleh Allah dalam segala ketentuan hukum syariah baik yang kecil maupun yang besar dan tidak ada pengkhususan dalam jenis tertentu dari hukum syariah. Sedangkan ‘Allal al-Fasy mendefinisikan maqasid syariah sebagai tujuan-tujuan dan rahasia-rahasia yang telah ditetapkan Allah dalam setiap hukum.[12]

Demikian juga menurut Muhammad al-Yubi mendefinisikan maqashid syariah adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang telah ditetapkan oleh Allah dalam syariatnya baik yang khusus atau umum yang bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hamba.[13]

Maqashid adalah cabangilmu keislaman yang menjelaskan hikmah dibalik adanya syariat agama Islam.[14]Sedangkan syariat menurut As-Syatibi memiliki arti jalan sumber air atau dapat diartikan sebagai jalan menuju kehidupan yang benar. Dalam kitab al-Muwafaqatditulis Al-Syatibi menyebutkan bahwa maqashid syariah merupakan tujuan hukumyang diturunkan oleh Allah SWT. Menurut Syaltout dan Sayis intinya syariatmemiliki arti seperangkat hukum-hukum dari Tuhan untuk umat manusia agarmendapat kebahagian dunia maupun akhirat.[15]Maqashid syariah sering disebutsebagai tujuan hukum Islam dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untukkemashlahatan manusia seluruhnya.[16]

Izzudin Ibnu Abdis Salam mengatakan bahwasannya maqasid al Syariah adalah suatu tujuan yang mengandung maslahah dan menolak mafsadah. Adanya suatu aturan adalah untuk menarik kemaslahatan atau untuk menolak suatu kerusakan. Setiap perintah mengandung maslahah, baik yang datangnya dari perintah maupun larangan, baik di dunia maupun di akhirat. Maslahah secara umum dapat dicapai melalui dua cara, yaitu :

1.    Mewujudkan manfaat, kebaikan  dan kesenangan untuk manusia yang disebut dengan istilah jalb al-manafi’. Manfaat ini bisa dirasakan secara langsung saat itu juga atau tidak langsung pada waktu yang akan datang.

2.    Menghindari atau mencegah kerusakan dan keburukan yang sering diistilahkan dengan dar’ al-mafasid.

Adapun yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan baik buruknya (manfaat dan mafsadahnya) sesuatu yang dilakukan adalah apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia.  Tuntutan kebutuhan bagi kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat, yakni kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.[17]

Dalam mengkaji teori maqasid menurut Izzudin ada dua kunci yang harus dianalisis yaitu maslahah dan mafsadah. Menurut Izzudin kata kunci pertama maslahah yang artinya manfaat atau kemanfaatan. Maslahah terdiri dari ladzat (kenikmatan) dan afrakh (kesenangan) dan segala sesuatu yang menjadi wasilah dari keduanya.[18] Mashlahah dibedakan menjadi dua yaitu haqiqi dan majazi. Maslahah haqiqiyah terdiri dari ladzat dan afrakh, sedangkan yang majazi adalah setiap perantara yang mendatangkan keduanya. Baik ladzat dan afrakh dibedakan menjadi duniawi dan ukhrawi, yang masing-masing memiliki tingkat keutamaan.

Hukum islam (syariah) seluruhnya merupakan maslahah, yang representasinya bisa berbentuk penghilangan al-mafsadah dan bisa pula berbentuk perwujudan kemanfaatan. Tegasnya, tiada suatu hukum yang mengandung al-madarrah melainkan diperintahkan untuk menjauhinya dan tiada suatu hukum yang mengandung maslahah melainkan diperintahkan untuk mewujudkannya. Kenikmatan duniawi yang tidak terbatas yang bersifat materi seperti makan, minum dan lainnya tetapi juga immateri, seperti iman dan makrifat. Bahkan kedua itulah yang memiliki keutamaan yang tinggi. Sedangkan kemashlahatan akhirat dan kerusakan akhirat hanya dapat diketahui lewat naql (akal), yang ditelusuri dari dalil-dalil syara baik al-Quran, sunnah, qiyas mu’tabar dan istidlal yang shahih.

Untuk merealisasikan mashlahah hakikiyah baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, sebagaimana dijelaskan, dibutuhkan perantara yang disebut maslahah majazi. Namun sebab atau perantara tersebut tidak selalu sejalan dengan maqashid, artinya tidak selalu sebab dari kemashlahatan adalah kemashlahatan. Begitu juga yang terkait dengan mafsadah. Terkadang sebab-sebab dari mashlahah adalah mafsadah, tetapi hal tersebut diperintahkan karena akan mendatangkan kemashlahatan. Begitu juga mafsadah hakiki dibedakan menjadi duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana mashlahah, mafsadah yang bersifat duniawi dapat diketahui secara dlarurat dengan akal, percobaan dan adat. Sedangkan kerusakan akhirat hanya dapat diketahui lewat naql, yang ditelusuri dari dalil-dalil syara baik al-Quran, sunnah, qiyas mu’tabar dan istidlal yang shahih. Adapun kemashlahatan yang di dunia adakalanya bisa langsung diterima. Selain itu, terdapat pula perbuatan yang mengandung kemashlahatan dunia dan akhirat, maupun kerusakan dunia dan akhirat. Seperti zakat, dimana di dalamnya mengandung dua kemashlahatan. Kemashlahatan akhirat bagi yang memberikan dan kemashlahatan dunia yang langsung dirasakan bagi yang menerimanya.[19]

 

b.        Tingkatan Maqashid Syariah

Maslahah sebagai substansi dari maqasid syariah dapat dibagi sesuai dengan tinjauannya. Bila dilihat dari aspek pengaruhnya dalam kehidupan manusia, maslahah dapat dibagi menjadi  tingkatan :

a.    Dharuriyyat, yaitu maslahah yang bersifat primer. Dimana kahidupan manusia sangat tergantung padanya, baik aspek diniyah (agama) maupun aspek duniawi. Maka ini merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan manusia. Jika itu tidak ada, kehidupan manusia di dunia menjadi hancur dan kehidupan akhirat menjadi rusak (mendapat siksa). Ini merupakan tingkatan maslahah yang paling tinggi. Di dalam Islam, maslahah dharuriyat ini dijaga dari dua sisi: pertama, realisasi dan perwujudannya, dan kedua, memelihara kelestariannya. Contohnya, yang pertama menjaga agama dengan merealisasikan dan melaksanakan segala kewajiban agama, serta yang kedua menjaga kelestarian agama dengan berjuang dan berjihad terhadap musuh-musuh Islam.

b.    Hajiyyat, yaitu maslahah yang bersifat sekunder, yang diperlukan oleh manusia untuk mempermudah dalam kehidupan dan menghilangkan kesulitan maupun kesempitan. Jika tidak ada, akan terjadi kesulitan dan kesempitan yang implikasinya tidak sampai merusak kehidupan.

c.    Tahsiniyyat, yaitu maslahah yang merupakan tuntutan muru’ah (moral), dan itu dimaksudkan untuk kebaikan dan kemuliaan.  Jika tidak ada, maka tidak sampai merusak ataupun menyulitkan kehidupan manusia. MaslahahTahsiniyyat ini diperlukan sebagai kebutuhan tersier untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.[20]

Jenis kedua adalah maslahah yang dilihat  dari aspek cakupannya yang dikaitkan dengan komunitas (jama’ah) atau individu (perorangan). Hal ini dibagi dalam dua kategori, yaitu :

1)   Maslahat Kulliyat, yaitu maslahah yang bersifat universal yang kebaikan dan manfaatnya kembali kepada orang banyak.

2)   Maslahat Juz’iyyat, yaitu maslahah yang bersifat parsial atau individual, seperti pensyariatan berbagai bentuk mu’amalah.

Jenis ketiga adalah maslahah yang dipandang dari tingkat kekuatan dalil yang mendukungnya. Maslahah dalam hal ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

a.    Maslahat yang bersifat qath’i yaitu sesuatu yang diyakini membawa kemaslahatan karena didukung oleh dalil-dalil yang tidak mungkin lagi ditakwili, atau yang ditunjuki oleh dalil-dalil yang cukup banyak yang dilakukan lewat penelitian induktif, atau akal secara mudah dapat memahami adanya maslahat itu.

b.    Maslahat yang bersifat zhanni, yaitu maslahat yang diputuskan oleh akal, atau malahat yang ditunjuki oleh dalil zhanni dari syara’.

c.    Maslahat yang bersifat wahmiyah, yaitu maslahat atau kebaikan yang dikhayalkan akan bisa dicapai, padahal kalau direnungkan lebih dalam justru yang akan muncul adalah madharat dan mafsadat.

Pembagian maslahat seperti yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhaili di atas, dimaksudkan dalam rangka mempertegas maslahat mana yang boleh diambil dan maslahat mana yang harus diprioritaskan di antara sekian banyak maslahat yang ada.[21]

c.         Maqashid dan Tingkatan Amal

Menurut Izzudin, setiap perintah adalah maslahah baik di dunia maupun akhirat atau salah satunya dan setiap larangan adalah mafsadah baik di dunia maupun akhirat atau salah satunya. Perintah dan larangan memiliki tingkatan yang berbeda terkait dengan kemaslahatan dan kerusakan yang terkandung di dalamnya. Perintah yang dapat mewujudkan kemashlahatan terbaik, termasuk perbuatan yang utama seperti makrifat, iman dan taat kepada Dzat yang Rahman. Sedangkan perbuatan yang mendatangkan lebih jeleknya kerusakan termasuk perbuatan yang rendah seperti kufur, fasiq dan maksiat.

 Hal yang sama terkait dengan asbab atau wasail termasuk tingkatan keutamannya. Tingkatan keutamaannya mengacu pada tingkatan keutamaan maqasid. Secara tegas hal tersebut dijelaskan dalam kaidah:

الوسائل حكم المقا صد

Semua sarana suatu perbuatan hukumnya sama dengan tujuannya (tujuan tersebut)

 

 

Berpijak pada konsep maslahah dan mafsadah dan tingkatan-tingkatannya. Izzudin membedakan tingkatan amal dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kemaslahatan dan kerusakan yang ditimbulkannya: a) sesuatu yang disyariatkan (yang diperintahkan atau dilarang) dibedakan menjadi dua, yaitu yang tidak jelas bahwa hal tersebut menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan yang karenanya bersifat ma’qulah al-ma’na,  b) pembagian amal menjadi wajib sunnah dan ibahah, haram dan makruh dan yang fardlu ‘ain dan fardlu kifayah, c) pembedaan dosa ke dalam dosa besar dan dosa kecil, dan d) perbedaan keutamaan karena pengaruh waktu dan tempat dan antara dunia dan akhirat.[22]

d.        Merealisasikan Tuntutan Maslahah dan Mafsadah

Mewujudkan mashlahah dan menolak mafsadah, merupakan kewajiban mukallaf. Namun dalam praktiknya mengalami keragaman, baik dalam tingkat pemahaman maupun terkait dengan keterbatasan-keterbatasan manusia. Izzudin mengakui adanya perbedaan pemahaman atas maslahah atau mafsadah. Sebagian dari maslahah dan mafsadah diketahui baik oleh orang awam maupun orang yang berilmu dan sebagian yang lain diketahui oleh orang yang berilmu saja, bahkan diketahui oleh auliya saja.

Dalam konteks yang lain, mewujudkan maslahah merupakan tujuan utama hukum islam  (syariah). Dalam setiap aturan hukumnya,  al-Syari mentansmisikan maslahah sehingga lahir kebaikan atau kemanfaatan dan terhindarkan keburukan atau kerusakan, yang pada gilirannya akan terwujud kemakmuran dan kesejahteraan di muka bumi dan kemurnian pengabdian kepada Allah. Sebab, maslahah itu sesungguhnya adalah memelihara dan memperhatikan tujuan-tujuan hukum Islam (syariah) berupa kebaikan dan kemanfaatan yang dikehendaki oleh hukum Islam (syariah), bukan oleh hawa nafsu manusia.[23]

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

 

1.        Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif  yang sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting).[24] Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.[25]

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai suatu unit, organisasi, lembaga atau gejala tertentu yang mana akan menghasilkan gambaran dengan baik dan lengkap serta terperinci.[26]

 

2.        Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan uraian pendekatan dan jenis penelitian diatas yakni berupa penelitian kualitatif yang mana kehadiran seorang peneliti dilapangan sangatlah penting dan merupakan kunci utama penelitian.

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.[27]

 

3.        Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Kalipang Kec. Grogol Kab. Kediri.

 

4.      Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penulisan ini sering dideskripsikan sebagai sumber dari mana data diperoleh. Mengenai sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua sumber data, yaitu:

a.    Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data primer dapat berupa hasil wawancara sebagaimana hasil observasi kepada penambang batu, warga yang sawahnya longsor, kepala Rt setempat, kepala Desa Kalipang. Maka dari itu penulis menggali informasi terkait penambangan batu sungi dan dampak yang diterima oleh warga setelah penambangan.

b.    Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, peraturan undang-undang yang terkait serta hasil penelitian yang berwujud laporan.[28]

c.    Data sekunder menggunakan buku-buku ilmiah, jurnal, Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah yang dijadikan sumber data yang diperoleh untuk mencari teori-teori terkait dengan kasus yang diteliti.

d.   Data Tersier merupakan data tambahan yang dapat menguatkan dari hasil penelitian yang dilakukan penuli dalam meneliti kajian kasus yang terjadi,berupa hasil dokumentasi kondisi pasca penambangan batu sungai di Desa KalipangKec. Grogol Kab. Kediri tersebut.

5.        Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data lapangan dalam rangka mendeskripsikan dan menjawab permasalahan yang sedang diteliti, maka peneliti mengumpulkan data menggunakan metode diantaranya:

a.         Metode Observasi

Pada bagian ini, peneliti menggunakan metode observasi. Observasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan objek penelitian yang diteliti langsung pada tujuan penelitian.  Teknik observasi ini merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap kondisi sawah yang terkena penambangan  dan kondisi sawah saat ini pasca penambangan.

b.        Metode wawancara atau interview

Metode wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang umum digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu narasumber atau responden tertentu.[29]

Wawancara dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai warga Ds. Kalipang yang sawahnya terkena longsor 1) Bapak Puji (42th), 2) Karjono (55th), dan bapak Sabar  (57th). bapak siswanto (ketua RT 04 06) bapak Antonius Suprantiknya (kepala Desa kalipang).Bapak Muhaimin (57th)

c.       Metode dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.[30] Dari teknik dokumenter ini data ditemukan dalam bahan-bahan dokumen yang dari dokumen ini dapat dikumpulkan data-data, catatan-catatan, yang dapat dijadikan dasar atau pondasi dari pembahasan penelitian ini. Dari dokumen ini nantinya akan diperoleh informasi tentang kondisi sawah warga pasca penambangan.

6.        Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan, lapangan, dan bahan-bahan lain, dengan cara mengorganisasikan data, menjabarkan, melakukan sintesa, menyusun dan memilih maana yang penting dan tidak lalu membuat kesimpulan sehingga dapat mudah dipahami dan semuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.[31] Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan dari awal hingga berakhirnya penelitian. Metode analisa ini digunakan untuk menganalisa data yang sudah diperoleh untuk mengetahui bagaimana kondisi sawah warga yang terkena longor bekas penambangan.

Menurut Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas pada analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.[32] Langkah dalam menganalisa data menurut Miles dan huberman terdiri dari tiga hal yakni data reduction(redukasi data atau penyederhanaan data), data display (penyajian data) dan verification(penarikan kesimpulan). Adapun teknik analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.         Reduksi data atau penyederhanaan data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambar yang lebih jelas dan mempermudah peneliti  untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.[33] Dari data ini dapat diperoleh ringkasan wawancara tentang kondisi sawah masyarakat pasca penambangan.

b.        Display data atau penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dengan mendisplaykan data maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.[34]

c.         Conclusion Drawing atau Verification

Penarikan kesimpulan yaitu kegiatan penyimpulan makna yang muncul dari data yang ada dan harus diuji kevaliditasannya.

7.        Pengecekan Keabsahan Data

Data kualitatif yaitu data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat. Untuk memenuhi kebenaran serta valid, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

a.     Perpanjangan pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.[35] Dengan adanya perpanjangan pengamatan akan terbentuk keakraban antara peneliti dan narasumber atau responden penelitian sehingga kehadiran peneliti akan dianggap tidak mengganggu apa yang diteliti.

b.         Meningkatkan ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan merupakan salah satu untuk melihat data yang terkumpul sudah relevan atau belum. Hal ini dilakukan untuk lebih memahami dan mendalami terhadap apa yang sedang diteliti, sehingga peneliti benar-benar mengetahui kondisi subjek yang diteliti secara sebenarnya.

c.       Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan kebenaran data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data yang telah didapatkan.[36] Pengecekan tersebut dilakukan dengan wawancara lagi dan kemudian disimpulkan lagi. Begitu seterusnya sampai penelitian berakhir.

8.        Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian tahap-tahap yang digunakan peneliti ada empat tahap antara lain:

a.    Tahap Pra lapangan

Meliputi kegiatan menyusun proposal penelitian, konsultasi proposal, menghubungi lokasi penelitian, mengurus perizinan penelitian, seminar proposal.

b.    Tahap Pekerjaan Lapangan

Meliputi kegiatan pengumpulan data atau informasi yang terakhir dengan fokus penelitian dan pencatatan data.

c.    Tahap Analisis Data

Meliputi kegiatan organisasi data dan memberi makna dan pengecekan keabsahan data.

d.   Tahap Penulisan Laporan

Meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian, konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing dan memberikan hasil konsultasi.



[1]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 1 tentang pertaambangan mineral dan batubara.

[2]  Antonisu Suprantiknya, Kepala Desa kalipang, 18 Juni 2020

[3]KEMENAG-RI, Mushaf Al-Quran dan Terjemah (Surabaya: Lentera Optima Pustaka, 2011), 408

[4]Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UIN Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 230-231

[5] Yato, Penambang batu Di Desa kalipang, 12 maret 2020

[6]Syeikh Izzudin Ibnu Abdis Salam, Kaidah-Kaidah Hukum Islam(Bandung: Nusa Media, 2015), 12

[7]Al-Ghazali, al-Mustafa min Ilm al-Usul Jilid I (Kairo: al-Amiriyah,1412) 179

[8]Anton Sujarwo “Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Penambangan Batu Di Desa Sendang Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri” ( Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010)

[9]Rahmadi “Penambangaan Batu Tradisional di Komplek Perumahan Suka Mulya Ditinjau dari Etika Bisnis Islam”(Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya.2017)

 

[10]Nurdiyanti Maya  Dampak penambangan bahan Galian Golongan C terhadap Sosial Ekonomi dan Lingkungan Di Desa Sidorejo Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten” (Skripsi Universitas  Widya dharma.2016)

[11]Yato, Penambang batu Di Desa kalipang, 12 maret 2020

[12]Johari, Konsep Maslahah Izzudin Ibn Abdi Salam , 60.

[13]Johari, Konsep Maslahah Izzudin Ibn Abdi Salam , 74.

[14] Jaser ‘Audah, Al Maqashid untuk pemula, (terj). ‘Ali ‘Abdelmon’im (Yogyakarta: Suka Press, 2013), 3-4.

[15] Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah menurut Al-Syatibi (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996), 61.

[16] Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 65.

[17]Ghofar Shidiq,  Teori Maqasid al-Syariah dalam Hukum Islam”, dalam Jurnal Sultan Agung, Vol XLIV No. 118, Juni-Agustus 2009,121.

[18]Jaser ‘Audah, Al Maqashid untuk pemula, 6.

[19]Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, 76-77.

[20]Ghofar Shidiq, Teori Maqasid al-Syariah dalam Hukum Islam, 124.

[21]Ghofar Shidiq, Teori Maqasid al-Syariah dalam Hukum Islam, 125.

[22]Johari, Konsep Maslahah Izzudin Ibn Abdi Salam, 78.

[23] Johari, Konsep Maslahah Izzudin Ibn Abdi Salam, 83-84.

[24]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2015), 335

[25] Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 4.

[26] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2015), 8.

[27]Ghofar Shidiq, Teori Maqasid al-Syariah dalam Hukum Islam, 222.

[28]Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif(Jakarta: Raja Grafindo, 2003), 12.

[29]Wachidestya.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 Desember 2019 pukul 19:52

[30] Ghofar Shidiq, Teori Maqasid al-Syariah dalam Hukum Islam, 240.

[31]Sugiyono, Metode Penelitian kualitatif,336

[32]Ibid.,246.

[33]Ibid.,247.

[34]Ibid.,249.

[35]Ibid.,270.

[36] Ibid.,274.

Komentar