TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI BURUNG KICAUAN (Studi Kasus di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk)

 

A.      Latar Belakang

Islam merupakan agama yang sempurna, yang mengatur segala hal dalam kehidupan manusia. Islam tidak mengharuskan manusia menghabiskan waku di masjid, dan tidak selalu yang didengar adalah ayat-ayat al-Qur’an. Segala sesuatu ada waktunya, begitulah yang diajarkan oleh Rasulullah sebagai pembawa dan penyampai ajaran Islam. Islam bukan hanya menyangkut masalah peribadahan saja, melainkan menyangkut segala aspek. Baik dari aspek ibadah, sosial, politik dan termasuk masalah ekonomi. Ekonomi dalam Islam memiliki nilai iman, akhlak dan moral bagi setiap aktifitas ekonominya baik dalam hal produksi, distribusi, konsumsi dan lain-lain.

Manusia diciptakan oleh Allah tidak terlepas dari berinteraksi dalam kehidupan sosial, karena hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Makhluk sosial adalah makhluk yang berinteraksi dengan masyarakat tidak bisa hidup seorang diri atau mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Ahmad Azhar basyir mahluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan dasar yang disebut kebutuhan sosial. Sehingga hubungan manusai sebagai mahluk sosial dalam Islam muamalah.[1] Salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu dengan jual beli.

Jual beli merupakan aktivitas yang dihalalkan Allah. Setiap muslim diperkenankan melakukan aktivitas jual beli. Hal ini merupakan Sunatullah yang telah berjalan turun-temurun. Jual beli memiliki bentuk yang bermacam-macam. Jual beli biasanya dilihat dari cara pembayaran, akad, penyerahan barang dan barang yang diperjual belikan. Islam sangat memperhatikan unsur-unsur ini dalam transaksi jual beli. Islam memiliki beberapa kaidah dalam jual-beli.[2]

Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai, secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain yang menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati.[3]

Oleh karena itu jual beli diperbolehkan dalam agama Islam ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 29:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩﴾

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”[4]

Ayat ini melarang manusia untuk melakukan perbuatan tercela dalam mendapatkan harta. Allah melarang manusia untuk tidak melakukan penipuan, kebohongan, perampasan, pencurian, atau perbuatan lain, secara bathil untuk mendapatkan harta benda. Tetapi dengan cara jual beli yang baik yaitu didasari atas suka sama suka.

Jual beli dan perdagangan banyak sekali permasalahan jika dilakukan tanpa aturan dan norma yang mengatur, sehingga terjadi bencara kerusakan dalam transaksi dimasyarakat. Transaksi yang sangat sering dilakukan masyarakat merupakan tansaksi jual beli. Jual beli merupakan suatu bentuk ibadah dalam mencari rizkinya Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga tidak terlepas dari hubungan sosial antar manusia di sekitar lingkungan kita. Jual beli yang baik menurut syariat Islam adalah jual beli yang tidak mengandung unsur penipuan, kekerasan, kerugian, dari salah satu pihak yang melakukan transaksi jual beli. berdasarkan keterangan diatas jual beli adalah keharusan syarat keharusan yang wajib dipenuhi, agar terhindar dari unsur riba. Sebab proses jual beli tidak bisa dihindari oleh manusia terkadang dia sebagai penjual atau pembeli. Oleh karena itu setiap umat islam harus memahami hukum jual beli.[5]

Bagi sebagian masyarakat burung kicauan merupakan salah satu hewan yang digemari oleh sebagian masyarakat untuk dipelihara. Hal ini dipicu karena faktor hobi dan faktor ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penghobi burung kicauan di Indonesia sangat banyak sekali, bahkan ada kontes keindahan warna dan suara yang bisa menarik perhatian orang lain. Serta jika burung tersebut dilatih dan mempunyai banyak prestasi, apa bila dijual kembali bisa dengan harga yang sangat tinggi. Maka dari itu ada juga masyarakat yang menggunakan burung kicauan sebagai ladang berbisnis, salah satunya yaitu penjual burung kicauan di pasar Wage Nganjuk.

Pasar itu  sendiri adalah tempat  bertemunya  antara  penjual  dan pembeli, atau  lebih  jelasnya  ialahdaerah,tempat,  wilayah,  area  yang mengandung  kekuatan  permintaan  danpenawaran  yang  saling  bertemu dan membentuk harga.[6] Pasar Wage Nganjuk merupakan salah satu pusat tempat jual beli burung yang ada di Nganjuk, sebenarnya pasar burung ini hanya berlaku untuk hari pasaran wage saja. Terlebih lagi pasar ini akan lebih ramai ketika bertepatan pada hari minggu wage atau tanggal merah wage, karena hari tersebut bertepatan dengan hari libur sekolah dan libur kerja, sehingga banyak sekali pengunjung yang datang di pasar burung ini untuk membeli ataupun sekedar untuk melihat-lihat.

Dengan banyaknya pengunjung pasar burung dari masyarakat Nganjuk sendiri maupun dari luar daerah, para penjual burung saling bersaing satu sama lain untuk mencari perhatian pengunjung supaya membeli burung dagangannya. Para pengunjung sendiri biasanya berbeda-beda dalam mencari burung yang diminati untuk dibeli, di antaranya ada juga yang lebih tertarik untuk membeli burung satu jodoh untuk di ternakkan, untuk membeli burung yang berkelamin jantan untuk dipelihara karena suaranya lebih indah dibandingkan dengan burung yang berkelamin betina, dan ada juga yangmembeli burung untuk hiasan atau pajangan dirumah karena keindahan warnanya.

Oleh karena itu seorang penjual burung kicauan tidak kehabisan akal agar burung tersebut cepat laku, diantaranya:menjadikan satu wadah sangkar burung untuk dua burung kicauan yang belum laku supaya kelihatan satu jodoh, mencampur burung betina dalam sangkar burung jantan supaya laku mahal, memberikan pakan cabai sebelum di jual agar burung berkicau terus menerus, dan mengarang mengenai setatus umur atau trah indukan burung tersebut agar lebih menarik perhatian konsumen. Jika penjual burung kicauan tidak segera menjual dagangannya maka akan mengakibatkan kerugian salah satunya dalam segi pakan. Dari permasalahan yang ada di lapangan tersebut dapat di simpulkan bahwa si penjual dalam menjual burung kicauan tidak memperdulikan kepuasan pelanggan dan si pembeli hanya bisa memilih burung yang sesuai dengan apa yang dilihat dan apa yang diberitahu oleh penjual.[7]

Dengan melihat pada berbagai permasalahan di atas, maka peneliti mempunyai tujuan untuk mengkaji bagaimanakah “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI BURUNG KICAUAN (Studi Kasus di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk)”. Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai masalah ini, terlebih dulu peneliti akan merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pokok dalam pembahasan ini.

 

B.       Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam mencari jawaban dari permasalahan yang diidentifikasi dan telah dibatasi, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.    Bagaimana praktek jual beli burung kicauan yang terjadi di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk?

2.    Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli burung kicauan di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk?

 

C.      Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.        Mengetahui praktek jual beli burung kicauan yang terjadi di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk.

2.        Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli burung kicauan di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk

 

D.  Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:

1.    Manfaat teoritis

Dilihat dari aspek pengembangan ilmu (teoritis) penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi dan ilmu dalam mengkaji dan menambah khazanah pengetahuan terhadap pelaksanaan akad jual beli, selain itu penelitian ini diharap dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai sumber informasi dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran, terutama dalam permasalahan praktek jual beli burung kicauan dalam prespektif hukum islam.

2.    Manfaat praktisa.

a.    Bagi peneliti

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman melakukan penelitian ilmiah sebagai penerapan ilmu yang telah diperoleh, serta meningkatkan kemampuan intelektual dan pemahaman mengenai permasalahan praktek jual beli burung kicauan dalam prespektif hukum islam.

b.    Bagi mahasiswa

Dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan, sumber informasi dan bahan referensi penelitian selanjutnya agar bisa lebih dikembangkan dalam materi-materi yang lainnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

 

E.  Telaah Pustaka

Berikut telaah pustaka yang digunakan penulis:

1.      Skripsi oleh Rony Tri Waluyo mahasiswa Institud Agama Islam Negeri Tulungagung tahun 2019 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Burung Online dalam Media Sosial Facebook di Tulungagung”.[8]

Penelitian ini berisi tentang bagaimana proses jual beli burung online dalam media sosial Facebook dan tinjauan hukum islam terhadap jual beli burung online dalam media sosial Facebook. Persamaan penelitian ini adalah membahas mengenai akad jual beli burung dan tinjauan hukum Islam. Perbedaannya adalah jika pada penelitian sebelumnya meneliti tentang jual beli burung online, sedangkan penelitian ini meneliti jual beli burung atau secara langsung dengan objek burung kicauan.

2.      Skripsi oleh Luthfi Ahmad Awaluddin mahadiswa InstitutAgama Islam Negeri Surakarta tahun 2019 dengan judul “Tinjauan Fiqh Mu‘amalah terhadap Praktik Khiyardalam Jual Beli Burung Dengan Sistem COD dan PCB melalui Media Facebook”.[9]

Penelitian ini berisi tentang bagaimana praktik khiyardalam jual beli burung dengan sistem COD dan PCB melalui media facebook dan bagaimana tinjauan fiqh mu’amalah terhadap praktik khiyardalam jual beli burung dengan sistem CODdan PCB melalui media facebook. Persamaan penelitian ini adalah membahas mengenai jual beli burung. Perbedaannya adalah jika pada penelitian sebelumnya meneliti jual beli burung online dengan sistem COD dan PCB, sedangkan penelitian ini meneliti jual beli burung offline atau secara langsung di Pasar Burung.

3.      Skripsi oleh M. Imam Makruf  mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2018 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlombaan Burung Berkicau Berhadiah di Gantangan Putro Benowo Makamhaji Kartosuro”[10]

Penelitian ini berisi tentang bagaimana praktik perlombaan burung berkicau berhadiah di Gantangan Putro Benowo  Makamhaji  Kartasura  dan  bagaimana  tinjauan  hukum  Islam  terhadap perlombaan  burung  berkicau  berhadiah  di  Gantangan  Putro  Benowo  Makamhaji Kartasura. Persamaan penelitian ini adalah membahas mengenai burung kicauan dan tinjauan hukum islam. Perbedaannya adalah jika pada penelitian sebelumnya meneliti perlombaan burung berkicau, sedangkan penelitian ini meneliti jual beli burung kicauan.

4.      Skripsi oleh Ibnu Setio Utomo mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2019 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Jual Beli Burung Bahan (Studi Di Pasar Hewan Ambarawa)”.[11]

Penelitian ini berisi tentang bagaimana  terjadinya  praktek  akad  jual  beli  burung  bahan  yang  terjadi  di pasar hewan Ambarawa dan bagaimana  tinjauan  hukum  Islam  terhadap praktek  akad  jual  beli  burung bahan yang terjadi di pasar hewan Ambarawa. Persamaan penelitian ini adalah membahas mengenai jual beli burung dan tinjauan hukum Islam. Perbedaanya adalah jika pada penelitian sebelumnya memfokuskan pada permasalahan burung bahan, sedangkan penelitian ini membahas  permasalahan pada semua jenis burung kicauan yang dijual belikan di Pasar Burung.

 

F.   Landasan Teori

1.    Jual Beli

a.    Pengertian Jual Beli

Jual beli adalah perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari duasuku kata yaitu “jual dan beli”.Kata jual dan beli mempunyai arti satu samalainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli.Dengan demikian perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa yaitu satu pihak menjual dan satu pihakyang lain membeli.[12]

Menurut pengertian Syari’at, yang dimaksud jual beli adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling rela atau pemindahan hak milik dengan ganti berupa alat tukar yang sah.[13]Harta yang dimaksud disini adalah obyek hukum yaitu meliputi benda baik berwujud maupun tidak berwujud yang dapat dimanfaatkan atau berguna bagi subjek hukum sedangkan alat tukar yang sah disini adalah harta tersebut dipertukarkan dengan alat pembayaran uang yang diakui keberaadaanya misalnya uang rupiah danlain-lain sebagainya.

Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam mendefinisikan jual beli tersebut di antaranya:

1)      Menurut ulama Hanafiyah jual beli adalah penukaran harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).

2)      Menurut Imam Nawawi jual beli adalah pertukaran harta denga harta untuk kepemilikan

3)      Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mugnijual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik.[14]

Jadi menurut beberapa ulama diatas jual beli adalah tukar menukar barang guna untuk saling memiliki, Sedangkan dalam kitab Al-Fikih Ala Madzhahibi Arba’ahyang ditulis oleh Abdurrahman al-Zajiri seperti dikutip dari mas’adi berarti al-Bai(menjual) yaitu “mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu.” Iamerupakan sebuah nama yang mencakup pengertian kebalikanya yakni al-syira (membeli). Demikian al-Baisering di terjemahkan dengan jual beli.[15]

Adapun prinsip-prinsip muamalah yang dapat menjadi bahan acuan dirumuskan sebagai berikut:[16]

1)    Prinsip Tauhidyaitu selalu berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.

2)    Prinsip halalcara dan barangnya harus halal

3)    Prinsip masalah, segala tindakan manusia untuk mencapai tujuan syara’, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, harta,benda dan keturunan.

4)    Prinsip ibadah, hukum dasar muamalah adalah boleh kecuali sampai ditemukan dalil yang melarangnya

5)    Prinsip kebebasan bertransaksi, didasari suka sama suka tidak ada yang didzalimi

6)    Prinsip kerjasama yaitu saling menguntungkan dikedua belah pihak dan solidaritas

7)    Prinsip keadilan yaitu terpenuhinya nilai keadilan antara pihak

8)    Prinsip amanah, kepercayaan, kejujuran, dan tanggungjawab serta terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang dalam syari’at.

b.    Dasar Hukum Jual Beli

Transaksi jual beli merupakan aktfitas yang dibolehkan dalamislam, baik disebut dalam al-Qur’an, al-Hadits maupun ijma’ ulama.[17]Adapun dasar hukum jual beli sebagai berikut:

1)   Landasan Syara’

a)     Al-Baqarah ayat 275

وَاَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَالرِّبَوا

“Padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.[18]

 

b)   An-Nisa’ ayat 29

يَاَيُهَاالَّذِينَءَمَنُوالَاتَأْكُلواأَمْوَلَكُمْ بِالْبَطِلِ اِلَّأَان تَكُونَ تِجَرَةًعَن تَرَضٍ مِّنْكُمْ وَلَاتَقْتُلُوْاأَنْفُسَكُمْ اِنَّاللهَ كَانَ بِكُم رَحِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman,jaganlah kamu saling memakan harta sesammu dengan jalan yang bathil(tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka”.[19]

Ayat tersebut merujuk pada perniagaan atau transaksi-transaksi dalam muamalah yang dilakukan secara batal. Ayat inimengindikasikan bahwa Allah SWTmelarang kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara bathil. Secara bathil dalam konteks ini mempunyaiarti yang sangat luas, diantaranya melakukan transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariat, seperti halnya melakukan transaksi berbasis riba (bunga), transaksi yang bersifat spekulatif (maysir, judi), ataupun transaksi yang mengandung unsur gharar.

2)   As-sunnah diantaraya:

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Dari Hakim bin Hizam r.a bahwa Nabi saw. Bersabda, Dua orang yang berjual beli memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan apa adanya, maka keduanya mendapat keberkahan dalam jual beli mereka. Jika keduanya berdusta dan merahasiakan cacat daganganya, maka hilanglah keberkahan jual beli mereka”.[20]

 

3)   Ijma’

Ulama telah sepakat bahwa jual belidiperbolehkandengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain. Namun demikian bantuan atau barang milik orang lain yang di butuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainya yang sesuai.[21]

 

 

c.    Rukun dan SyaratSahnya Jual Beli

Dalam islam rukun jual beli, yaitu[22]:

1)        Pelaku transaksi (penjual dan pembeli).

2)        Objek transaksi ma’qud alaih (barang yang dijual beli).

3)        Akad/ transaksi (sighat).

4)        Ada nilai tukar pengganti barang (harga barang).

Transaksi jual beli tidak sah apabila tidak terpenuhinya dalam akad, yaitu:[23]

1)      Saling suka rela antara kedua belah pihak.

2)      Akad masih dalam satu majelis.

3)      Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu orang yang balig, berakal, dan mengerti. Maka, akad yang dilakukan oleh anak dibawah umur, orang gila, atau idiot tidak sah, kecuali dengan seizin wali atau akad yang bernilai rendah.

4)      Harta yang menjadi objek milik pribadi atau menjadi kekuasaan ke dua belah pihak, memiliki wewenang atau kuasa atas batang tersebut untuk menjual atau membeli dengan seizin pemilik.

5)      Harta atau objek yang dijual belikan bermanfaat dan dapat dimanfaatkan, serta diperbolehkan oleh agama atau halal.

6)      Objek transaksi ada dan menjadi kekuasaannya, serta dapat di serah terimakan, tidak dalam kandungan atau masih belum ada wujudnya.

7)      Diketahui spesifik dari barang yang dijual belikan,

8)      Harga harus jelas saat transaksi atau dalam akad.

 

d.      Bentuk-bentuk Jual Beli

Jual beli dibagi menjadi beberapa bentuk. Berikut ini bentuk-bentuk jual beli:

1)       Ditinjau dari sisi objek akad Ba’i menjadi:

a)      Tukar menukar uang dengan barang.

b)      Tukar menukar barang dengan barang, disebut juga dengan muqayadhah (barter)

c)      Tukar-menukar uang dengan uang, disebut juga dengan sharf

2)       Ditinjau dari sisi waktu serah terima, jual beli dibagi menjadi empat bentuk[24]:

a)      Barang dan uang serah terima dengan tunai, ini bentuk asal bai

b)      Uang dibayar dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati, ini dinamakan jual beli salam.

c)      Barang diterima dimuka dan uang menyusul, disebut dengan bai ajil (jual beli tidak tunai).

d)     Barang dan uang tidak tunai, disebut Bai dain bidain (jual beli utang dengan utang)

3)       Beberapa klasifikasi hukum jual beli yang terkait dengan syarat dan rukun jual beli, yaitu:

a)      Jual beli sah dan halal apabila syarat dan rukunnya terpenuhi maka hukum jual beli adalah mubah, jual beli yang diperbolehkan (mubah) adalah jual beli yang halal. Inilah hukum asal bagi jual beli.

b)      Jual beli sah tetapi haram apabila jual beli tersebut melanggar larangan Allah SWT. Seperti jual beli pada saat ibadah, hingga melalaikan ibadah. Jual beli dengan menghadang barang sebelum sampai pasar, jual beli dengan menimbun barang hingga menimbulkan spekulasi, dan lain sebagainya.

c)      Jual beli tidak sah dan haram apabila memperjual belikan benda yang dilarang oleh syara’. Misalnya jual beli tanah sejauh lemparan batu, jual beli buah yang masih di pohon yang belum tampak hasilnya, jual beli binatang dalam kandungan dan lain sebagainya.

d)     Jual beli sah dan disunnahkan seperti jual beli dengan maksud menolong untuk meringankan beban orang lain.

e)      Jual beli sah dan wajib seperti menjual barang milik orang yang sudah meninggal untuk membayar hutangnya.

4)       Ditinjau dari cara menetapkan harga jual belidibagi menjadi:

a)      Ba'I musawamah (jual beli dengan tawar menawar) yaitu jual beli dimana pihak penjual tidak menyebutkan harga pokok barang, tetapi menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk tawar menawar.

b)      Ba'I amanah, yaitu jual beli dimana pihak penjual menyebutkan harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut. Ba'i jenis ini terbagi lagi menjadi 3 bagian:

a)      Ba'I murabahah, yaitu pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba.

b)      Ba'I Tauliyah, yaitu penjual menyebutkan harga pokok dan menjualnya dengan harga tersebut tidak meminta laba.

c)      Ba'I Al-Wadhiyyah yaitu penjual menyebutkan harga pokok dan menjual dengan harga di bawah harga pokok.[25]

5)       Macam-macam Jual beli yang dilarang dan batal demi hukum, sebagai berikut:[26]

a)      Jual beli barang yang jelas dihukumi najis, seperti khamar, bangkai, babi, dst.

b)      Jual beli anak binatang dalam kandungan induknya dan tanaman atau buah-buahan yang masih belum pantas untuk dipanen.

c)      Jual beli muammasah yaitu jual beli apabila menyentuh barang dagangan otomatis membeli barang tersebut, hal ini bisa merugikan salah satu pihak terlebih kepada pembeli.

d)     Jual beli dengan dua harga untuk satu barang yang dijual belikan, imam Syafii jual beli ini memiliki dua arti pertama, sorang berkata “aku jual burungku dengan harga 280.000 dengan tunai, dan 300.000 untuk ansuran. Kedua, seperti jual beli dengan syarat.

e)      Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar-samar sehingga ada kemungkinan terjadinya penipuan seperti, menjual ikan yang masih didalam kolam.

f)       Jual beli dengan syarat tertentu, seperti semisal aku menjual ayam betinaku dua ekor kepadamu, asal kamu menjual ayam jantanmu kepadaku.

2.    Akad dalam Jual Beli

Menurut segi etimilogi, akad berarti:

الرَّبْطُ بَيْنَ أَطْرَافِ الشَّىءِ سَوَاءٌ أَكَانَ رَبْطًا حِسِّيًّا أَمَ مَعْنَوِيًا مِنْ جَانِبٍ أَوْمِنْ جَانِبَيْنِ.

“Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan maknawi, dari satu segi mupun dari dua segi”.[27]

 

Adapun akad-akad jual-bali antara lain:

a.     Akad Jual-beli Salam (Pesanan)

As-salamadalah akad jual beli dimana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akandiserahkan kemudian yaitu pada tanggal yang disepakati.[28]

b.     Akad Jual-beli Istishn

Al istishna’ adalah hampir sama dengan akad as-salamyaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dahulu, dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diprouksi dan diserahkan kemudian.

c.     Akad Muajjal

Ba’i al muajjal adalah kontrak pembayaran tangguhan, sebuah kontrak yang melibatkan penjualan barang dengan pembayaran ditangguhkan. penyedia modal membeli barang (aset) atas nama pemilik bisnis. Pemilik modal kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang disepakati.

d.     Akad Murabahah

Bai’al murabahah adalah akad jual beli barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.[29]

3.    Khiyar

Secara terminologikhiyar berarti pilihan. Sedangkan khiyarmenurut ulama fiqih adalah suatu keadaan yang menyebabkanaqid memiliki hak untuk meneruskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkanya jikakhiyartersebut berupa khiyarsyarat, aib atau ru’yah atau hendaklah memilih diantara dua barang jika khiyarta’yin.

Adapun menurut jumhur ulama khiyar dibagi menjadi tiga,antara lain:

a.     Khiyar majlis

Khiyar majlis adalahboleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli). Diadakan khiyar oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak ada penyesalan dikemudian hari.[30]

 

 

 

 

b.     Khiyar syarat

Khiyar syarat adalah khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh salah seorang, seperti kata si penjual “ saya menjual barang ini dengan harga sekian dengansyarat tiga hari atau kurang dari tiga hari”. [31]

c.        Khiyar Aib

Khiyar aib ialah hak untuk membatalkan ataumelangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad, apabilaterdapat cacat pada objek yang diperjual belikan, dan cacat itu tidakdiketahui pemiliknya ketika akad itu berlangsung.[32]

Tujuan diadakannya khiyar seperti yang tertera diatasadalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa menyesal setelah akad berlangsung, karena mereka sama-sama rela dan setuju.

 

G.    Metode Penelitian

1.        Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[33]

Sedangkan jenis penelitiannya adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.[34] Keuntungan metode studi kasus adalah peneliti dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dan mendapat kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep dasar tingkah laku manusia. Menurut Moleong ada sebelas karakteristik penelitian kualitatif yang harus dipenuhi, yaitu: (1) latar alamiah, (2) manusia sebagai alat, (3) metode kualitatif, (4) analisis data secara induktif, (5) teori dari dasar (gounded theory), (6) deskriptif, (7) lebih mementingkan proses daripada hasil, (8) adanya batas yang ditentukan oleh fokus, (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, (10) desain yang bersifat sementara, hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.[35]

 

2.    Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian ini mutlak diperlukan, peneliti merupakan alat pengumpulan data utama. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.[36] Dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai human instrument dan dengan teknik pengumpulan data participant observation (observasi berperan serta) dan in depth interview (wawancara mendalam), maka peneliti harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian peneliti kualitatif harus mengenal betul orang yang memberikan data.[37]

 

3.      Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan digunakan dalam penelitian ini terletak di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk.

 

4.      Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dimana dapat diperoleh sumber data utama dari penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan.Selebihnya adalah dokumen dan lain-lain. Oleh karena itu sumber data diklarifikasikan sebagai berikut:

a.       Sumber data utama (primer), menurut Suharsimi Arikunto, yaitu sumber data yang diambil peneliti baik berupa kata-kata dan tindakan melalui wawancara dan observasi. Sumber data primer ini adalah data-data yang langsung ditemukan dari sumber utama.[38] Sumber data utama dalam menggali data mengenai tinjauan hukum islam terhadap praktek jual beli burung kicauan.

b.      Sumber data tambahan (sekunder), menurut Suharsini Arikunto yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.[39] Sumber data ini adalah merupakan pelengkap dari sumber data primer. Sumber data sekunder untuk menggali data tentang penelitian ini adalah terkait dengan jual beli burung kicauan di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk.

5.    Teknik Pengumpulan Data

a.         Wawancara (interview)

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu[40]

Dalam penelelitian ini, teknik pengumpulan data interview dipergunakan untuk menggali data dari sebagian masyarakat pembeli burung kicauan yang pernah merasa kecewa setelah proses pembelian selesai di Pasar Wage Nganjuk.

b.         Observasi

Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (protan dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.[41]

Dengan Observasi ini  peneliti dapat melihat secara langsung situasi penjual burung kicauan di Pasar Wage Nganjuk, sehingga peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau karena dianggap biasa.

 

 

c.         Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.[42]

Dalam penelitian kualitatif, menurut Nurul Zuriyah, Teknik ini merupakan alat pengumpul data yang utama, karena pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau hukum-hukum yang diterima, baik yang mendukung maupun menolong hipotesis tersebut.[43]

 

6.    Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu dan memperoleh data yang dianggap kredibel. Miles and Huberman mengemukakan bahwa kativitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan model Miles and Huberman, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.[44]

Selanjutnya analisisnya, menurut Imam Suprayoga dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a.       Reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak diperlukan. Dalam mereduksi data, seorang peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Karena tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah temuan, maka jika dalam penelitian menemukan sesuatu yang berbeda atau baru, hal tersebutlah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.

b.      Penyajian data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

c.       Penarikan kesimpulan, yaitu data direduksi dapat ditarik untuk kesimpulan sebagaidari persoalan data-data penelitian. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.[45]

 

7.        Pengecekan Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data temuan dalam penelitian ini menggunakan pengecekan keabsahan data sebagai berikut:

a.    Ketekunan/keajekan pengamatan

Keajekan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara yang berkaitan dengan proses analisis yang konstan.[46] Ketekunan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti, cermat, dan terus-menerus selama proses penelitian.

b.    Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang didapatkan dari data hasil wawancara.

c.    Pemeriksaan atau Pengecekan Teman Sejawat

Pemeriksaan sejawat yaitu mngekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.[47] Pemeriksaan teman sejawat juga bisa diartikan sebagai pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang diteliti, sehingga bersama peneliti dapat me-review persepsi, pandangan, dan analisis yang sedang dilakukan.[48] Tahap ini juga berguna bagi peneliti sebagai media evaluasi dan membantu mengembangkan langkah peneliti selanjutnya agar lebih akurat dan tepat.

 

8.      Tahap-tahap Penelitian

Menurut Sutopo untuk memperoleh penelitian terarah, peneliti dapat menggunakan tahap-tahap penelitian sebagai berikut:

a.     Tahap pra lapangan

Dalam tahap ini meliputi kegiatan menyusun proposal penelitian, menentukan fokus penelitian, menghubungi lokasi dan memberi surat izin penelitian dan seminar proposal, menyiapkan kelengkapan penelitian.

b.      Tahap pekerjaan lapangan

Tahap ini meliputi memahami latar penelitian, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data.[49]

c.       Tahap analisis data

Analisis data yaitu suatu proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara dan catatan lapangan sehingga mudah dipahami serta dapat di informasikan kepada orang lain.[50]

d.      Tahap penulisan laporan

Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian, konsultasi hasil penelitian, dan perbaikan hasil konsultasi.[51]

 

 

 

9.      Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah

B.     Rumusan Masalah

C.     Tujuan Penelitian

D.    Kegunaan Penelitian

E.     Telaah Pustaka

F.      Sistematika Pembahasan

BAB II Landasan Teori

A.    Jual Beli

1.      Pengertian Jual Beli

2.      Dasar Hukum Jual Beli

3.      Rukun dan Syarat Jual Beli

4.      Bentuk-bentuk Jual Beli

B.     Akad

1.      Pengertian Akad

2.      Dasar Hukum Akad

3.      Rukun dan Syarat Akad

4.      Macam-macam Akad

5.      Batal dan Sahnya Akad

C.     Khiyar

D.    Ghoror

E.     Manfaat Jual Beli

BAB III Metode Penelitian

A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian

B.     Kehadiran Peneliti

C.     Lokasi Penelitian

D.    Sumber Data

E.     Metode Pengumpulan Data

F.      Analisis Data

G.    Pengecekan Keabsahan Data

H.    Tahap-tahap Penelitian

BAB IV Paparan Data dan Temuan Penelitian

A.    Paparan Data

1.      Deskripsi Lokasi Penelitian

2.      Pelaksanaan praktek jual beli burung kicauan

3.      Pandangan pelaku terhadap praktek jual beli  burung kicauan

4.      Pandangan hukum Islam terhadap praktek jual beli burung kicauan

B.     Temuan Penelitian

1.      Permasalahan tentang praktek jual beli burung kicauan

2.      Permasalahan pelaku terhadap jual beli burung kicauan

3.      Permasalahan hukum Islam terhadap praktek jual beli burung kicauan

BAB V Pembahasan

A.    Praktek jual beli burung kicauan di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk.

B.     Tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli burung kicauan di Pasar Wage Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk.

BAB VI Penutup

A.    Kesimpulan

B.     Saran



[1] Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Muamalah (UII Press: Yogyakarta,2000),  11.

[2] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah (Jakarta: CV Pustaka Setia, 2001),  15.

[3] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 68.

[4]Tim Disbitalat, Al Quran Terjemah Indonesia (Jakarta:PT. Sari Agung, 2004), 150

[5]Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalah (Yogyakarta : Salma Idea, 2014),  1.

[6] M.  Fuad  Christine  dan  Nurlem  Sugiarto, Pengantar  Bisnis (Jakarta:  PT  Gramedia Pustaka Utama, 2006), 120.

[7]Nursamsudin dan Luthfi Aziz, salah satu pembeli burung kicauan di Pasar Wage Nganjuk, Nganjuk, 28 April 2020

[8] Rony Tri Waluyo, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Burung Online dalam Media Sosial Facebook di Tulungagung”(Skripsi, Institud Agama Islam Negeri, Tulungagung, 2019)

[9]Luthfi Ahmad Awaluddin, “Tinjauan Fiqh Mu‘amalah terhadap Praktik Khiyar dalam Jual Beli Burung Dengan Sistem COD dan PCB melalui Media Facebook” (Skripsi, Institud Agama Islam Negeri, Surakarta, 2019)

[10] M. Imam Makruf, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlombaan Burung Berkicau Berhadiah di Gantangan Putro Benowo Makamhaji Kartosuro” (Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2018)

[11] Ibnu Setio Utomo, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Jual Beli Burung Bahan (Studi Di Pasar Hewan Ambarawa)” (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri, Salatiga, 2019)

[12] Chairuman Pasaribudan Suhrawardi K.Lubis,HukumPerjanjiandalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 33

[13] Labib dan Harniawati, Risalah Fiqih Islam (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2006), 724.

[14] Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah., 73.

[15] Gibtiah, Fikih Kontemporer(Jakarta: Prenada Media, 2016), 118.

[16] Nugraha  Pranadita, Perlindugan  Hak  Kekayaan  Intelektual (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), 93-94.

[17]Nugraha Pranadita, Perlindungan Hal Kekayaan Intelektual (Yogyakarta:CV Budi Utama, 2018), 93-94.

[18]Tim Disbitalat, Al Quran Terjemah Indonesia., 84

[19]Ibid., 150.

[20] M.Nasruddin Al-albani, Mukhtashar Shahih Muslim(Depok: Gema Insani, 2007), 448.

[21]Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah.,75.

[22]Rachmad Syafe’i, Fiqh Muamalah.,51-52.

[23] Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqh Muamalah(Jakarta: Kencana, 2010), 71-72.

[24] Rachmad syafei, Fiqh Muamalah., 101-102

[25] Rozalinda, Fiqh Ekonomi Syariah (prinsip dan impementasi sector keuangan syariah) (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2016), 83-90.

[26] Hendi suhendi, Fiqh Muamalah,. 78-81

[27] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah.,43

[28] Abd.Shomad, Hukum Islam (Jakarta: Kencana, 2017), 159.

[29]Ibid., 160.

[30] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), 286.

[31]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017),  286.

[32]Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), 113.

[33] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2015), 9.

[34] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 185.

[35] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian., 21.

[36] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung:RemajaRosdakarya, 2016), 168.

[37] Sugiyono, Metode Penelitian., 11.

[38] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2013), 62. 

[39]Ibid., 62.

[40] Sugiyono, Metode Penelitian &Pengembangan (Research and Development)(Bandung: Alfabeta, 2015), 231.

[41]Ibid., 223-224.

[42]Ibid., 239.

[43] Nurul Zuriah, Metodologi penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), 191.

[44] Sugiyono, Metode Penelitian., 246.

[45]Djam’an Satori danAanKomariah, MetodologiPenelitianKualitatif(Bandung: Alfabeta,2014), 338

[46]Sugiyono, Metode Penelitian., 329.

[47]Zaenal Arifin, Penelitian Pendidikan: Metode Dan Peradigma Baru(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 168.

[48] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian.,334.

[49] Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),  178.

[50] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif., 88. 

[51] Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, 178.

Komentar